Hampir ganjil tiga tahun saya kuliah disalah satu universitas swasta di Jogja, tapi sampai sekarang saya belum pernah ikut acara pelepasan 1000 lampion di Candi Borobudur. Bahkan sampai
Awalnya saya tergoda, naluri kelaki-lakian saya bangkit, bukan 'itu'nya loh yang bangkit, tapi tiba-tiba saya teringat kalau SIM C lagi mati masa berlakunya, sedangkan mobil juga anak kost tidak ada yang punya.
"Udeh Bro, aman kok lewat Jalan Magelang kalau malem" kata temen kost sambil meluncurkan godaan ala sales-sales MLM.
Saya hampir mau, penasaran juga sih sama acara begituan. Tapi kemudian hati kecil saya berkata lain. Akhirnya singkat cerita saya tolak 'tawaran menggiurkan' dari temen kost saya itu.
"Udeh Bro, aman kok lewat Jalan Magelang kalau malem" kata temen kost sambil meluncurkan godaan ala sales-sales MLM.
Saya hampir mau, penasaran juga sih sama acara begituan. Tapi kemudian hati kecil saya berkata lain. Akhirnya singkat cerita saya tolak 'tawaran menggiurkan' dari temen kost saya itu.
Tiba-tiba cuaca berubah menjadi hujan menjelang pukul 17.00 WIB. *sumpah ini bukan cerpen
Saya sumringah, bukan karena ini sabtu malam dan hujan, tapi karena apa ya, saya juga tidak tahu kenapa, sepertinya saya jadi seneng begitu temen kost tidak jadi pergi ke Borobudur. Ya tidak seneng-seneng juga sih, tidak baik soalnya bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Oke sob! hehe
Tapi temen kost saya tetap berangkat menikmati perjalanannya dengan gadis yang dia bonceng. #JombloSirik
Saya berdiam diri di kamar
"Apa mereka umat Buddha yang lagi beribadah tidak terganggu ya kalau banyak turis yang bukan umatnya datang ke Candi Borobudur?"
Saya kemudian reserve thinking
"Gimana kalau kita sendiri umat Islam, lagi sholat ied misalnya, kemudian kita di foto memakai flash dengan jarak yang dekat ke muka kita, tentunya kita akan merasa terganggu kan?"
Akhirnya saya sadar, mungkin Allah tidak mau saya sampai merusak acara ibadah umat beragama yang lain. Saya menemukan artikel dari okezone.com soal Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini yang berisi bagaiamana keadaan turis yang menurut mereka dan menurut saya juga (setelah saya baca artikelnya) masuk dalam kategori tidak beretika ketika berada di dalam Candi Borobudur.
"Gimana kalau kita sendiri umat Islam, lagi sholat ied misalnya, kemudian kita di foto memakai flash dengan jarak yang dekat ke muka kita, tentunya kita akan merasa terganggu kan?"
Akhirnya saya sadar, mungkin Allah tidak mau saya sampai merusak acara ibadah umat beragama yang lain. Saya menemukan artikel dari okezone.com soal Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini yang berisi bagaiamana keadaan turis yang menurut mereka dan menurut saya juga (setelah saya baca artikelnya) masuk dalam kategori tidak beretika ketika berada di dalam Candi Borobudur.
Ini beberapa kalimat menarik yang saya kutip dari artikel tersebut.
Mereka naik ke panggung, berusaha berada sedekat mungkin dengan para biksu dan memotretnya. Hal ini tentu mengganggu panjatan doa mereka, apalagi pengunjung-pengunjung ini memotret dengan menggunakan flash.
"Tolong jangan naik ke altar, ini tempat yang tidak boleh dinaiki," kata seorang biksu kepada pengunjung. "Bila ingin berfoto, tolong memoto dari jauh, para biksu sedang berdoa," imbuhnya.
Namun, peringatan itu tidak dipatuhi pengunjung. Kejadian lebih ricuh lagi terjadi saat ritual Pradaksina, yaitu ritual para biksu mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali. Pengunjung semakin mendekat ke arah biksu, mencoba mengikuti mereka melakukan Pradaksina.
"Tolong, bagi pengunjung yang ingin juga melakukan Pradaksina, harap tertib. Jangan menghalangi jalannya biksu," demikian peringatan dari pembawa acara. Namun lagi-lagi diabaikan, bahkan seorang biksu terinjak-injak kakinya oleh pengunjung.
. . . .
Teriakan dan keluhan marah dari pengunjung segera terdengar. Sebagian meninggalkan area candi, sebagian lagi ada yang naik ke panggung, mengambil bunga-bunga dan hiasan panggung. Area Borobudur menjadi sangat kotor oleh botol minuman, tisu, dan bekas bungkus makanan.
Waisak, yang seharusnya menjadi momen sakral ibadah umat Buddha, justru sebaliknya. Umat Buddha tidak dapat beribadah dengan tenang lantaran para turis penasaran menunggu pelepasan lampion, yang perhelatannya diadakan berbarengan.Bersyukurlah umat Buddha yang minoritas tidak merasa harga diri mereka diinjak-injak oleh pengunjung yang bersikap seperti kutipan di atas tadi. Jadi buat temen-temen, adek-adek tingkat, ataupun turis yang sengaja datang buat melihat acara pelepasan 1000 lampion, harap lebih beretika ketika menghadiri acara ibadah orang lain.
iya, mungkin Tuhan belum ngijinin kamu ngeboncengin cewek.. sabar ya.. #salahkomen #biarin
BalasHapusTuhan selalu mengijinkan untuk urusan boncengin cwe Frie, mengijinkan untuk jadiannya yang belum #curcol :P
Hapus