Minggu pagi di tengah rintikan hujan Yuda
dan kawan-kawan berlari mengejar bola yang bergulir dengan bebasnya di atas
rerumputan hijau yang basah. “Yuda, umpan ke sini!” teriak Budi, penyerang
kesebelasan Junior. “Terima umpanku!” ujar Yuda sembari melepaskan umpan
panjang melengkung indah bagai pelangi yang baru saja menampakkan warnanya.
Setelah melewati beberapa pemain bertahan kesebelasan Armujo kemudian Budi
mencetak golnya yang kedua bagi kesebelasan Junior. Tiba-tiba “Priiit” wasit
meniup peluit panjang tanda berakhirnya peperangan di lapangan hijau, disertai
hembusan angin kemenangan bagi kesebelasan Junior dengan skor 3-1. “Hore kita
menang!” teriak Yuda dan kawan-kawan. “Dengan begini berarti juara Piala Muda adalah
kesebelasan Junior dari SMA 45 Palangkaraya, selamat buat para Juniors!” teriak
pembawa acara di dalam stadion Jaya Muda. Acara penyerahan Piala Muda pun
dimulai, kemudian piala diserahkan kepada kapten kesebelasan yaitu Yuda Satya
Wijaya.
Yuda adalah anak berumur tujuh belas
tahun yang gemar bermain sepak bola. Sejak kecil ia sudah bermain dengan si
kulit bundar melalui sepak bola mini atau futsal, bahkan ia bercita-cita ingin
menjadi pemain sepak bola profesional seperti idolanya di klub Inggris yaitu winger
Manchester United, Cristiano Ronaldo. Sekarang dia mengikuti klub sepak bola di
sekolahnya SMA 45 yaitu klub Junior dan posisinya saat ini sama dengan idolanya
yaitu winger. Di klubnya Yuda menjadi kapten dan sebagai kapten sudah pasti dia
yang mengatur teman-temannya serta yang memberi semangat di dalam lapangan
hijau.
Sehabis upacara bendera, para
siswa-siswi SMA 45 Palangkaraya masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas X-1 tiba-tiba
Mila bertanya kepada Yuda. “Apa sih enaknya bermain sepak bola, Yud?” tanya
Mila. Yuda terdiam sejenak, kemudian mendapat ide untuk menjawab. “ Menurutku
dengan bermain sepak bola, kita bisa mendapatkan banyak teman lho!” jawab Yuda
dengan tenangnya. “Lho, bukannya dapat banyak musuh?” tanya Mila lagi. “Kalau
aku menganggap musuhku itu temanku, karena merekalah aku bisa mengembangkan teknik
bermain sepak bola” jawab Yuda. Kemudian Yuda beranjak pergi keluar kelas. “Mau
kemana, Yud?” Mila lagi-lagi bertanya. “Mau ke kantin” sembari memeriksa
sesuatu di kantong celananya, lalu pergi keluar kelas. “Tunggu Yuda aku ikut!”
teriak Mila sambil mengejar Yuda.
Mila adalah teman kecil Yuda. Mereka selalu
satu sekolah dari sekolah dasar sampai sekarang. Sejak kecil Mila sudah kagum
dengan Yuda. Karena selain tampan, Yuda juga seorang figur pemimpin yang baik.
Di timnya Yuda menjadi kapten yang selalu memberi semangat kepada
teman-temannya, lalu ketika teman satu timnya ada masalah, Yuda dengan bijak
memberikan nasehat, semua itulah yang membuat Mila jatuh hati, memang Yuda
selalu baik kepada semua orang akan tetapi kebaikan Yuda kepada Mila melebihi
apapun mungkin karena Yuda menganggap Mila sebagai sahabat dari kecil sehingga
Yuda lebih kenal sifat Mila.
Jum’at sore kesebelasan Junior melakukan
pertandingan persahabatan melawan kesebelasan Udara. Kesebelasan Udara
mempunyai seorang kapten diktator yang bernama Seto. Rekan-rekan Seto tidak
menyukai sifat Seto, karena dengan begitu mereka jadi tidak bisa mengembangkan
permainan mereka masing-masing atau dengan kata lain permainan tim menjadi
monoton dan masalah itulah yang saat ini menyebabkan tim Udara sulit meraih
kemenangan atas lawan-lawan mereka salah satunya tim Junior. Yuda adalah rival
berat Seto. Namun Yuda lebih unggul daripada Seto dari segi kemampuan mengolah
si kulit bundar dan kepercayaan dari rekan-rekan satu tim.
Tiba-tiba Seto mendapatkan ide bagaimana
cara menghancurkan Yuda. Sebelum pertandingan, Seto yang punya segala-galanya
menyewa preman bayaran untuk mematahkan kaki Yuda. “Biasanya Yuda selalu paling
terakhir saat memasuki stadion, jadi saat itu kamu harus menjalankan tugasmu,
mengerti?” perintah Seto kepada preman yang dibayarnya. “Oke bos, asal uangnya
sesuai” ujar sang preman. “Soal uang gampang, jalankan dulu tugasmu dan ingat
jangan sampai orang lain melihat kamu” kata Seto dengan tenangnya. “Baik bos!”
ujar preman.
Kedua kesebelasan memasuki stadion kemudian
melakukan pemanasan di lapangan hijau. Yuda bergegas keluar stadion setelah ia
selesai memasang sepatu di ruang ganti. Ketika ia berjalan di koridor tiba-tiba
ia dicegat oleh pemuda berbadan kekar yang memakai topeng di wajahnya sambil
memegang pemukul bola kasti yang terbuat dari besi. Pemuda tersebut tanpa
basa-basi langsung menebas kaki kanan Yuda. “Brak!!”. Yuda langsung terjatuh
lalu pingsan. Mila yang melihat kejadian itu langsung berteriak minta tolong.
Pemuda itu langsung kabur begitu mendengar orang datang mendengar teriakan
Mila.
Begitu sadar Yuda sudah berada di rumah
sakit Pelita. Ia terkejut karena ia dikelilingi oleh teman-teman satu timnya
beserta keluarganya dan begitu ia melihat ke bawah, ia sudah melihat kakinya
diperban. Ia bertanya-tanya apa yang terjadi, kemudian ayah Yuda menceritakan
kepada Yuda kalau ia diserang oleh orang
yang tidak dikenal yang menyebabkan kakinya sekarang mengalami patah tulang dan
baru bisa sembuh kira-kira setahun. Yuda tercengang seakan tidak percaya dengan
apa yang ia alami. Kemudian ia bertanya kepada teman-temannya “Bagaimana
pertandingannya, kita menang kan?” tanya Yuda. “Kita kalah Yud, tanpa kamu mereka
bisa mengobrak-abrik tim kita” kata salah satu temannya. Yuda langsung lesu
setelah mendengar berita barusan. Ia kesal dengan dirinya yang tidak bisa ikut
bermain bersama timnya.
Dengan berjalan tertatih-tatih Yuda keluar dari rumah sakit melewati koridor.
Di ujung koridor rumah sakit berjalan seorang wanita yang ternyata adalah Mila.
“Aduh Yuda, kamu kok tidak bilang sama
orang tuamu sih kalau sudah bisa keluar hari ini! Sini aku bantu” ujar
Mila. “Enggak usah, aku bisa jalan
sendiri!” bentak Yuda. Setelah berjalan beberapa saat tiba-tiba Yuda terjatuh.
“Aduh” teriak Yuda sambil kesakitan. “Sini aku bantu dan kamu enggak boleh menolak
yah” ujar Mila sambil membantu memapah Yuda keluar dari rumah sakit. “Kamu
jangan terlalu memaksakan diri nanti sakitnya tambah parah, pakai kursi roda
saja ya?” tanya Mila. “Kamu cerewet banget sih, sudah lepasin!” bentak Yuda.
“Oke-oke aku diam tapi izinkan aku bantu kamu ya?” ujar Mila bersabar. Yuda
terdiam sambil tetap dipapah oleh Mila menuju pintu keluar rumah sakit.
Sesampainya di lapangan parkir Mila
menyuruh Yuda supaya masuk ke dalam mobilnya. Di perjalanan Yuda masih berdiam
diri sambil sesekali memandang kakinya yang diperban. “Ngomong-ngomong kayaknya
mau hujan nich” kata Mila sambil melihat ke arah jendela mobil. “Kenapa diam
terus, ngomong dong kalau ada masalah aku ini sahabat kamu kan?” bujuk Mila.
Yuda tetap diam seribu bahasa. Tiba-tiba mobil berhenti di pinggir jalan dan
bersamaan dengan petir yang menyambar Mila langsung berkata kepada Yuda “Yud,
apa sih salahku ke kamu, kalau aku ada salah aku minta maaf, tapi jangan kayak
begini dong caranya, aku enggak tahan kalau didiamin dan dibentak sama kamu,
cerita dong Yud! Kita sudah sahabatan lama banget tapi setelah kejadian ini
kamu langsung cuek sama aku, kamu anggap aku ini apa?”. Kemudian Mila menangis.
Sesaat suasana menjadi hening. Hujanpun turun di sertai angin kencang yang
seakan-akan mendukung perselisihan antar keduanya. Tiba-tiba Yuda melepas
jaketnya kemudian memasangkannya ke badan Mila. “Nanti masuk angin” kata Yuda.
“Terima kasih” ujar Mila yang mulai tersenyum setelah Yuda kembali
memperhatikannya. “Sebenarnya aku malu sama kamu karena sekarang aku enggak
bisa bermain sepak bola lagi padahal kamu paling suka sama cowok yang suka
bermain sepak bola kan?” ujar Yuda sambil menunduk. “Sudahlah, namanya juga
musibah, mungkin ini ujian buat kamu karena kamu mau menjadi pemain sepak bola
profesional” kata Mila. “Dengan keadaan begini bagaimana aku bisa menjadi
pemain sepak bola profesional?” tanya Yuda. “Bisa kok, asal kamu mau berlatih
lagi setelah kamu sembuh” ujar Mila memberi semangat. “Makasih ya dukungannya”
kata Yuda dengan mata berkaca-kaca. “Eh hujannya sudah berhenti, yuk kita ke
rumah kamu” kata Mila tersenyum sembari menghidupkan mobil.
Sesampai di rumah, Yuda langsung disambut
oleh kedua orang tuanya kemudian ia masuk ke dalam rumah dan langsung menuju
kamarnya. Mungkin karena kangen Yuda berteriak di dalam kamarnya menanyakan
bagaimana kabar benda-benda yang ada di kamarnya. Di luar melalui jendela ia
melihat orang tuanya berterima kasih kepada Mila. Begitu orang tuanya hendak
masuk ke dalam rumah, Yuda buru-buru mengunci pintu kamarnya. Kemudian ibunda
Yuda mengetuk pintu kamar Yuda dan memintanya untuk membukakan pintu, tapi
tidak ada jawaban dari dalam kamar Yuda, hal itu membuat ibunda Yuda khawatir, namun
dengan bujukan ayah Yuda akhirnya ibunda Yuda mengerti kalau saat ini Yuda
hanya ingin sendiri.
Ayam berkokok dan azan Shubuh berkumandang,
Yuda terbangun mendengarnya. Ia pun bergegas
berwudhu kemudian melakukan ibadah yang selama ini ia tinggalkan ketika di
rumah sakit, walaupun agak sedikit canggung karena baru pertama kali ia sholat
dalam keadaan duduk di atas kursi namun akhirnya ia bisa menyelesaikannya .
Sehabis sholat ia sadar mungkin kejadian itu merupakan peringatan dari Yang
Maha Kuasa karena Yuda sering mementingkan sepak bola dari pada beribadah
kepada-Nya. Yuda berdoa sambil menangis memohon ampun atas dosanya selama ini
dan ia berjanji akan lebih mementingkan sholat dari pada sepak bola. “Amien”
tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Yuda, Yuda menoleh dan ternyata
suara itu adalah suara ibundanya. Yuda kemudian berdiri memeluk ibundanya. “Yuda
minta maaf sama bunda kalau Yuda enggak jawab pertanyaan bunda waktu itu” ujar
Yuda. “Enggak apa-apa, bunda ngerti kok kalau kamu lagi sedih, justru sekarang bunda
mau memberi kejutan sama kamu” kata ibunda Yuda. “Kejutan apa?” tanya Yuda.
“Ikut saja” ujar ibunda Yuda sambil menutup mata Yuda dengan sehelai kain
hitam. Di ruang keluarga ibunda Yuda membuka penutup mata Yuda. Yuda terkejut,
dihadapannya ada sang ayah yang memegang kotak berisi Play Station 2. Yuda
girang bukan main karena game tersebut sudah ia nanti-nanti dari kecil, namun
karena kebutuhan keluarga yang lain, waktu itu akhirnya keinginannya pun tidak
terlaksana. Yuda langsung menantang ayahnya bermain Winning Eleven, salah satu
game sepak bola. Setelah beberapa menit Yuda akhirnya menang dengan skor telak
3-0. Ayah Yuda langsung menyerah, kemudian menyuruh Yuda bermain sendiri karena
ayahnya ada urusan di kantor. Yuda pun memulai harinya dengan senang karena ia
kini tidak kesepian lagi.
Hari-hari berlalu, tidak terasa sudah sudah
enam bulan Yuda selalu berjalan memakai tongkat. Walaupun ia sering di ejek
teman-teman satu sekolahnya namun Mila selalu membelanya. Sehingga sampai saat
ini Yuda tetap senang bersekolah. Suatu hari Budi teman satu klub sepak bola
Junior datang ke arah Yuda, dia mengejek Yuda
sebagai “Anak Mami” karena Yuda selalu dibela Mila. Yuda hanya bisa
terdiam karena dia tidak bisa berbuat apa-apa. Seluruh teman-temannya kecuali
Mila selalu mencelanya dengan kata yang sama sehingga dia hampir tidak mau
bersekolah lagi namun dengan bujukan dari Mila dan kedua orang tuanya Yuda pun
akhirnya bersabar.
Sebulan berlalu dan Yuda mulai menjalani
terapi berjalan tanpa tongkat. Awalnya ia selalu gagal namun berkat usahanya
beserta dukungan dari Mila dan keluarganya akhirnya Yuda berhasil berjalan
dengan kedua kakinya secara normal. Berita itu membuat keluarganya kaget
bercampur dengan senang karena di luar dugaan Yuda bisa sembuh lebih cepat.
Yuda langsung mencoba berlari agar bisa cepat bermain sepak bola lagi namun
kemudian Yuda merasakan sakit pada kaki kanannya. Dokter menyarankan agar Yuda
beristirahat dulu, jangan langsung bermain sepak bola. Akhirnya Yuda bersabar
menunggu saat yang tepat.
Sudah tiga minggu Yuda beristirahat. Ia pun
memulai dengan jogging di taman kota sambil sesekali menaikkan kecepatan
larinya. Yuda gembira karena sekarang kaki kanannya tidak terasa sakit lagi. Ia
sudah yakin kalau sudah saatnya ia kembali ke dunia sepak bola. Ketika
berjalan-jalan tiba-tiba sebuah bola datang menghampirinya seakan-akan
memanggilnya untuk kembali bermain dengan si kulit bundar. “Kak, tendangin
bolanya dong!” teriak anak-anak yang sedang bermain bola di taman. Yuda
tersenyum kemudian dia mencoba memainkan bola di kakinya atau yang sering di
sebut juggling bola. “Wah kakak hebat!” ujar salah satu anak. Setelah puas
memainkan bola kemudian ia memberikan bolanya kepada anak-anak tersebut.
Setelah berhasil meyakinkan pelatih
kesebelasan Junior bahwa kaki kanannya tidak terasa sakit lagi akhirnya Yuda
bisa berlatih lagi bersama teman-temannya. Namun keadaannya kali ini berbeda,
Yuda tidak lagi menjadi kapten karena jabatan kapten sudah dipindahkan ke rekan
yang lain sejak Yuda absen selama kurang lebih tujuh bulan karena cedera. Hal
tersebut tidak dipermasalahkan oleh Yuda. “Yang penting sekarang aku bisa
bermain sepak bola bersama teman-teman lagi” pikir Yuda di dalam hati. Yuda
mengawali pertandinganya kembali melawan kesebelasan Udara, tentunya ini
merupakan kesempatan yang bagus buat Yuda membalas kekalahan timnya ketika dia
cedera waktu itu. “Ya Allah, izinkan aku untuk bermain bagus nanti, amien” ujar
Yuda melihat ke atas.
Pelatih Junior memutuskan untuk memasukkan
nama Yuda ke dalam skuad utama kesebelasan Junior. Pelatih ingin menguji Yuda apakah
keahlian Yuda masih seperti yang dulu sebelum dia cedera. Tidak menjadi kapten
ternyata menyulitkan Yuda karena dia harus mengikuti aturan kapten baru di
lapangan hijau, sebenarnya Yuda bisa saja menurut akan tetapi instruksi yang diberikan
menurutnya terlalu menyulitkan permainan tim, sehingga dia khawatir tim
mengalami kekalahan lagi.
Di kesebelasan Udara pemain yang paling
terkejut dengan kehadiran Yuda kembali adalah sang kapten, Seto sekaligus
tersangka utama dalam peristiwa yang menyebabkan Yuda cedera. Di lapangan hijau
Yuda menyapa Seto, dia tidak tahu kalau Seto lah yang menyuruh preman untuk
mencederai Yuda sehingga dia masih menganggap Seto hanya sebagai rival di dalam
‘peperangan’ nanti. Pertandingan dimulai dengan bola dikuasai oleh kesebelasan
Junior. Permainan Junior terbaca oleh kesebelasan Udara sehingga dengan mudah
mereka merebut bola dari penguasaan Junior. Yang dikhawatirkan Yuda ternyata
benar namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Di menit ke empat puluh secara mengejutkan
kesebelasan Udara bisa mencetak gol lewat sundulan Seto dan ini lebih
menyulitkan kesebelasan Junior. Babak pertama berakhir dengan skor 1-0 atas
kesebelasan Udara. Di babak kedua pelatih Junior mempercayakan tim pada sang
kapten, akan tetapi Yuda khawatir permainan akan sama seperti babak pertama.
Babak kedua di mulai dan kali ini serangan tim Udara lebih dasyat sehingga pemain
bertahan Junior kewalahan menghadapi gempuran lawan yang datang bertubi-tubi.
Tanpa diduga kapten tim Junior mengalami cedera lutut, sang kapten pun diangkat
keluar lapangan. Pelatih tim Junior tanpa bimbang langsung menunjuk Yuda
menjadi kapten tim. Yuda kembali tersenyum, akhirnya semua sudah kembali
seperti dulu. Tanpa menunggu lama ia langsung memakai ban kapten yang diberikan
oleh pelatih lalu masuk ke lapangan hijau. “Kapten lama kita telah datang!”
teriak Budi, penyerang kesebelasan Junior. Begitu masuk ke lapangan hijau,
suara penonton bergemuruh, matahari yang tadinya redup mulai bersinar terang,
angin yang tadinya tenang mendadak berhembus kencang, bulu kuduk Seto berdiri
karena sepertinya yang di atas memihak kepada Yuda. Ternyata kekhawatiran Seto
benar, kesebelasan Junior kini dengan mudahnya mengoyak jala kesebelasan Udara
dan yang mencetak gol tidak tanggung-tanggung Yuda sendiri setelah menerima
umpan matang dari Budi sebagai pertanda bahwa Budi minta maaf atas perlakuannya
mengejek Yuda saat cedera dan Yuda menjawabnya dengan gol yang cantik. Yuda pun
melakukan selebrasi bersama Budi sebagai pertanda bahwa hubungan mereka sudah
kembali baik. Pelatih kini lega karena saat ini ia sudah bisa kembali
mempercayakan jabatan kapten kepada Yuda.
Pertandingan memanas karena kedua
kesebelasan sama-sama ingin meraih kemenangan. Namun sampai sekarang Seto tidak
bisa menyaingi Yuda, tiap kali berhadapan dengan Yuda, Yuda selalu bisa
melewati Seto dan dengan melewati Seto kini Yuda tinggal berhadapan dengan
penjaga gawang kesebelasan Udara. Tanpa basa-basi Yuda langsung melakukan
tendangan terarah pada sudut kanan atas gawang Udara dan penjaga gawang pun
tidak bisa menjangkau bola. “Gol” teriak Yuda kepada teman-temannya. Tepat di menit ke sembilan puluh Yuda
mencetak gol dan sudah tentu pemenangnya kali ini adalah kesebelasan Junior. Babak
kedua berakhir dengan senyuman di wajah pelatih dan para pemain kesebelasan
Junior. Yuda langsung sujud syukur ketika timnya menang dan Seto langsung
berlutut menyesali kekalahan timnya. Yuda mendatangi Seto kemudian menjulurkan
tangannya, Seto yang mulai sadar dengan sifatnya yang sering tidak sportif dan
diktator berdiri menyambut tangan Yuda. Kedua kapten yang telah bertempur itu
akhirnya berjabatan tangan. Seto mengakui kesalahannya ketika dia menyuruh
preman untuk mencederai Yuda , namun Yuda telah memaafkan perbuatan Seto. Dia
tidak ingin memperpanjang masalah. Dia hanya ingin berteman dengan rivalnya
itu.
Kompetisi Piala Djarum Muda telah berakhir
dan kesebelasan Junior berhasil menggapai kemenangan mutlak setelah di final
mengalahkan kesebelasan Armujo dengan skor tipis 1-0 dan lagi-lagi sang kapten
yang menentukan segalanya. Setelah berakhirnya kompetisi yang panjang, Yuda
bersama Mila dengan rekan-rekan yang lain pun berlibur di pulau Bali. Di sana
Yuda ingin menyatakan perasaannya kepada Mila. Keduanya saling berbicara di
pantai, tepatnya di bawah pohon kelapa. “Eh lihat itu teman-teman, Yuda mau
nembak Mila” teriak Budi. “Suit-suit ayo Yuda!” teriak semua teman-temannya. Dengan
terbata-bata Yuda berbicara “Mil, se,,be,,narnya”. “Iya ada apa?” tanya Mila
“Se,,be,,narnya,,,,,, aku mau ke toilet, maaf ya!” ujar Yuda langsung lari ke
toilet. “Bodoh-bodoh” pikir Yuda dalam hati. “Yuda aku suka sama kamu!” teriak
Mila. Yuda langsung berhenti, kemudian berbalik berjalan ke arah Mila dan
memeluknya. “Lho, kamu tidak jadi ke toilet?” tanya Mila di dalam pelukan Yuda.
“Ssst, aku juga suka sama kamu” bisik Yuda. Tiba-tiba Yuda berlutut layaknya
seorang pangeran yang hendak meminang putri raja. “Mil, kamu mau kan jadi
pacarku?” tanya Yuda. Angin berhembus sepoi-sepoi sesaat sebelum Mila menjawab
pertanyaan Yuda. “Iya aku mau” jawab Mila dengan pasti. Mereka berpelukan
kembali. “Hore mereka jadian!” teriak teman-teman Yuda yang kemudian datang ke
arah Yuda dan Mila. “Selamat ya!” kata Budi. Mereka pun bersenang-senang
menikmati liburan mereka.
TAMAT
good story....:-)
BalasHapusthanks Bro :')
BalasHapus